Relevansi SMK – Relevansi pendidikan vokasi dengan kebutuhan industri di Indonesia perlu diperkuat agar lulusan SMK dapat terserap secara optimal. Untuk itu perlu dilakukan perombakan total. Mulai dari penyesuaian kurikulum, penyediaan sarana dan prasarana yang mumpuni, hingga peningkatan kualitas tenaga pengajar.

Kompetensi lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) yang tidak relevan mengakibatkan minimnya daya serap di dunia kerja. Dari survei angkatan kerja nasional (Sakernas), tingkat pengangguran SMK lebih tinggi dari SMA. Pada Agustus 2018, tingkat pengangguran SMK sebesar 11,24 persen dan SMA sebesar 7,95 persen.

Pengamat dan Konsultan Pendidikan, Petra W Bodrogini dalam Forum Studi Pembangunan bertajuk “Revitalisasi SMK untuk Menjawab Tantangan Pasar Kerja”, di Jakarta, Kamis (26/9/2019) mengatakan, ada tiga hal utama yang perlu diubah untuk memastikan relevansi SMK.

Ketiga, memastikan ketersediaan ruang untuk inovasi, perbaikan sistem yang lebih luas, dan berorientasi pada pembelajaran sepanjang hayat.

“Revitalisasi SMK dilakukan terutama untuk memperbaiki kesenjangan antara yang tersedia di sekolah dan yang dibutuhkan industri. Inovasi ini dapat diwujudkan dengan memanfaatkan media digital dalam menjembatani lulusan yang mencari pekerjaan dengan kebutuhan industri. Perbaikan sistem juga dapat difokuskan pada sekolah yang produktivitasnya rendah,” ungkapnya.

Menurut Petra, tantangan revitalisasi SMK adalah implementasi sistem pendidikannya. Sistem yang dibentuk harus fleksibel sehingga dapat dengan mudah beradaptasi dengan perkembangan dunia bisnis yang berubah dengan cepat.

Terkadang kendala pengembangan sistem pendidikan tidak hanya karena masalah pembiayaan pengadaan sarana dan prasarana sekolah tetapi juga sistem pengadaan yang ada. Keterbatasan sarana dan prasarana hendaknya tidak menghambat pengembangan kompetensi siswa.

“Persepsi penyelenggara pendidikan dan masyarakat terhadap pendidikan vokasi yang dianggap tidak kompeten dan berkualitas juga harus dihapuskan. Oleh karena itu, siswa SMK harus dipastikan mendapatkan bimbingan karir yang kuat dan memiliki keterampilan yang unggul,” ujarnya.

Peneliti senior untuk Indonesia Article 33, Lukman Hakim menambahkan, reformasi kurikulum SMK tidak akan berpengaruh signifikan dalam mendorong relevansi pendidikan vokasi jika tidak diimbangi dengan peningkatan ketersediaan fasilitas sekolah dan tenaga pengajar yang berkualitas. Sebagian besar siswa SMK saat ini belajar di sekolah yang dinilai kurang berkualitas.